Kamis, Juli 31, 2008

Pemberian Gelar

Pemberian Gelar Di Adat MinangKabau

Sesuatu yang khas Minangkabau ialah bahwa setiap laki-laki yang telah dianggap dewasa harus mempunyai gelar. Ini sesuai dengan pantun adat yang berbunyi sbb :

Pancaringek tumbuah di paga Diambiak urang ka ambalau Ketek banamo gadang bagala Baitu adaik di Minangkabau

Ukuran dewasa seorang laki-laki ditentukan apabila ia telah berumah tangga. Oleh karena itulah untuk setiap pemuda Minang, pada hari perkawinannya ia harus diberi gelar pusaka kaumnya. Menurut kebiasaan dikampung-kampung dulu, bagi seorang laki-laki yang telah beristeri rasanya kurang dihargai, kalau ia oleh fihak keluarga isterinya dipanggil dengan menyebut nama kecilnya saja.

Penyebutan gelar seorang menantu, walaupun dengan kata-kata Tan saja untuk Sutan atau Kuto saja untuk Sutan Mangkuto, telah mengungkapkan adanya sikap untuk menghormati sang menantu atau rang sumandonya. Ketentuan ini sudah tentu tidaklah berlaku bagi orang-orang tua pihak keluarga isteri yang sebelumnya juga sudah sangat akrab dan intim dengan menantu atau semendanya itu dan telah terbiasa memanggil nama.

Setiap kelompok orang seperut yang disebut satu suku didalam sistim kekerabatan Minangkabau mempunyai gelar pusaka kaum sendiri yang diturunkan dari ninik kepada mamak dan dari mamak kepada kemenakannya yang laki-laki. Gelar inilah yang diberikan sambut bersambut kepada pemuda-pemuda sepersukuan yang akan berumah tangga. Karena itu pemberian gelar untuk seorang pemuda yang akan kawin, harus dimintakan kepada mamaknya atau saudara laki-laki dari pihak ibu.

Selain dari mengambil gelar dari perbendaharaan suku yang ada dan telah dipakai oleh kaumnya sejak dahulu, maka gelar untuk seorang calon mempelai pria dengan persetujuan mamak-mamaknya juga dapat diambilkan dari persukuan ayahnya atau dari dalam istilah Minang disebut pusako bako. Dan yang tidak mungkin atau sangat bertentangan dengan ketentuan adat ialah mengambil gelar dari pihak persukuan calon isteri, karena dengan demikian calon mempelai pria akan dinilai sebagai perkawinan orang sesuku.

Ketentuan untuk memberikan gelar adat kepada pemuda-pemuda yang baru kawin ini, tidak hanya harus berlaku dari rang sumando atau menantu-menantu yang memang berasal dari suku Minangkabau saja, tetapi juga dapat diberikan kepada orang semenda atau menantu yang berasal dari suku lain. Kepada menantu orang Jawa, orang Sunda bahkan kepada menantu orang asing sekalipun. Karena gelar seorang menantu sebenarnya lebih berguna untuk sebutan penghormatan dari pihak keluarga mempelai wanita kepada orang semenda dan menantunya itu.

Gelar yang diberikan kepada seorang pemuda yang akan kawin, tidak sama nilainya dengan gelar yang harus disandang oleh seorang penghulu. Gelar penghulu adalah warisan adat yang hanya bisa diturunkan kepada kemenakannya dalam suatu upacara besar dengan kesepakatan kaum setelah penghuluvyang bersangkutan meninggal dunia. Tetapi gelar untuk seorang laki-laki yang akan kawin dapat diberikan kepada siapa saja tanpa suatu acara adat yang khusus.

Pada umumnya gelar untuk pemuda-pemuda yang baru kawin ini diawali dengan Sutan. Seperti Sutan Malenggang, Sutan Pamenan, Sutan Mangkuto dsb.

Ada ketentuan adat yang tersendiri dalam menempatkan orang semenda dan menantu-menantu dari suku lain ini dalam struktur kekerabatan Minangkabau. Bagaimanapun para orang semenda ini, jika telah beristerikan perempuan Minang, maka mereka itu oleh pihak keluarga mempelai wanita ditegakkan sama tinggi dan didudukkan sama rendah dengan menantu dan orang semendanya yang lain. Karena itu kalau sudah diterima sebagai menantu, masuknya kedalam kekeluargaan juga harus ditetapkan secara kokoh dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang sama. Ini sesuai bunyi pepatah-petitih Minangkabau :

Jikok inggok mancangkamJikok tabang basitumpu

Artinya segala sesuatunya itu haruslah dilaksanakan secara sepenuh hati menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Nah, untuk semenda yang datang dari suku lain ini, pemberian gelar juga tidak boleh diambilkan dari perbendaharaan gelar yang ada dalam kaum ninik mamak mempelai wanita, karena jatuhnya nanti juga jadi perkawinan sesuku. Tetapi dapat diambilkan dari perbendaharaan gelar yang ada di keluarga ayah mempelai wanita atau disebut juga dari keluarga bako.

Atau bisa juga menurut prosedur yang agak berbelit yaitu calon menantu dijadikan anak kemenakan dulu oleh ninik mamak suku lain yang bukan suku mempelai wanita, kemudian ninik mamak suku yang lain ini memberikan gelar adat yang ada disukunya kepada calon orang semenda itu.

Pemberian gelar untuk calon menantu inilah, baik ia orang Minang maupun orang dari suku dan bangsa lain, yang wajib disebutkan pada waktu berlangsungnya sambah-manyambah dalam acara manjapuik marapulai. Hal ini ditanyakan oleh juru bicara rombongan calon mempelai pria yang menanti. Kemudian disebutkan pula secara resmi ditengah-tengah orang ramai setelah selesai acara akad nikah secara Islami. Inilah yang disebut dalam pepatah petitih :

Indak basuluah batang pisangBasuluah bulan jo matoariBagalanggang mato rang banyak

Pengumuman gelar mempelai pria secara resmi setelah selesai acara akad nikah ini sebaiknya disampaikan langsung oleh ninik mamak keluarga mempelai pria, atau bisa juga disampaikan oleh pembawa acara. Dalam pengumuman itu disebutkan secara lengkap dari suku dan kampung mana gelar itu diambilkan.

Grap of Tata Cara Perkawinan Adat Minangkabau

Selasa, Juli 22, 2008

Panghulu di Minangkabau

UNSUR PIMPINAN PANGHULU

Panghulu ditinggikan sedikit dalam berbagai urusan adat. Panghulu dalam ungkapan adat dinyatakan sebagai berikut.

Kayu gadang di tangah koto,
bapucuak sabana bulek,
baurek sabana tunggang,
batang gadang tampek basanda,
dahannyo tampek bagantuang,
ureknyo tampek baselo,
daun rimbun tampek balinduang,
tampek balinduang kapanehan,
tampek bataduah kahujanan.

Nan tinggi tampak jauah,
nan dakek jolong basuo,
ka pai tampek batanyo,
ka pulang tampek babarito.

Fungsi seorang panghulu ialah memimpin anak kamanakan dan masyarakat di nagari dengan mengikuti alur adat yang berlaku dan berpedoman pada ketentuan yang telah ditetapkan nenek moyang orang Minangkabau.

Panghulu mempunyai tiga pembantu, yaitu:

  1. Malin, yaitu pembantu panghulu dalam menyelenggarakan berbagai urusan keagamaan.
  2. Manti, yaitu pembantu panghulu di bidang tatalaksana pemerintahan.
  3. Dubalang, yaitu pembantu panghulu di bidang keamanan.

Semua pembantu itu dinyatakan di dalam adat sebagai berikut:

Panghulu sabagai bumi,
malin sabagai aia,
manti sabagai angin,
dubalang sabagai api.

Panghulu mahukum sapanjang adat,
malin mahukum sapanjang syarak,
manti mahukum sapanjang sangketo,
dubalang mahukum tuhuak parang.

Panghulu di pintu utang,
malin di pintu syarak,
manti di pintu sangketo,
dubalang di pintu mati.

MAKNA PAKAIAN PANGHULU

Pakaian kebesaran panghulu disebut pakaian adat yang mengandung makna budi, kepribadian, dan perangai panghulu. Pakaian lengkap kebesaran panghulu terdiri atas delapan bagian:

  1. Saluak Batimba (Deta), melambangkan seorang panghulu haruslah memiliki pengetahuan yang luas.
  2. Baju Itam, melambangkan keterbukaan seorang pemimpin pada masyarakat, tidak mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri, dan ringan tangan membantu orang lain.
  3. Sarawa Galembong, melambangkan kemampuan membuat langkah kebijaksanaan dengan gerak yang ringan, santai, dan tidak menyulitkan.
  4. Kain Sampiang (Sisampiang), melambangkan kehati-hatian menjaga diri dari kesalahan.
  5. Cawek, melambangkan kekukuhan ikatan atau pegangan dalam menyatukan anak kamanakan dan warga pasukuan.
  6. Kain Kaciak (Salempang), melambangkan kemampuan memikul tanggung jawab yang dipikulkan pada seorang panghulu.
  7. Karih, melambangkan keberanian panghulu dalam menjadi hakim, mencari keadilan, dan melindungi yang dipimpinnya.
  8. Tungkek, melambangkan bahwa panghulu mampu menopang diri sendiri tanpa bantuan orang lain. Panghulu akan menopang adat, pusaka, dan anak kamanakan.


Rumah Gadang dan Rangkiang

BENTUK RUMAH GADANG

Ciri-ciri rumah gadang:

  1. Berbentuk segiempat dan mengembang ke atas. Tonggak bagian luarnya tidak lurus ke atas, melainkan sedikit miring ke luar.
  2. Atapnya melengkung seperti tanduk kerbau, sedangkan badan rumah landai seperti kapal. Bagian atap yang runcing disebut gonjong.
  3. Berbentuk rumah panggung. Lantainya tinggi, kira-kira 2 meter dari tanah.

Rumah gadang mempunyai nama yang beraneka ragam. Penamaannya tergantung jumlah lanjar (ruang dari depan ke belakang) dan gonjong.

  • Lipek pandan, berlanjar dua, bergonjong dua.
  • Balah bubuang, berlanjar tiga, bergonjong empat.
  • Gajah maharam, berlanjar empat, bergonjong enam atau lebih.

Bagian dalam rumah gadang:

  1. Ruang bagian depan, merupakan ruang lepas dan tidak berkamar-kamar. Ruang ini berfungsi sebagai ruang pertemuan keluarga, tempat diselenggarakan administrasi keluarga, dan tempat musyawarah. Ruangan ini bernaung di bawah kekuasaan mamak.
  2. Ruang bagian tengah, hanya ada jikarumah terdiri atas tiga lanjar. Ruang ini merupakan tempat menerima tamu perempuan.
  3. Ruang bagian belakang, terdiri dari beberapa kamar yang jumlahnya tergantung pada besar rumah dan jumlah penghuninya. Setiap kamar adalah milik anak perempuan. Ruangan ini bernaung di bawah kekuasaan ibu.

TATA KRAMA DI RUMAH GADANG

1. Duduk di Rumah Gadang

Orang di rumah gadang duduk di lantai dengan bersila (laki-laki) atau bersimpuh (perempuan). Tempat duduk seseorang ditentukan oleh fungsinya dalam kekerabatan. Mamak rumah duduk membelakangi dinding depan dan menghadap ke ruang tengah/bilik. Ini melambangkan mamak rumah senantiasa mengawasi kamanakannya. Sebaliknya urang sumando duduk membelakangi bilik dan menghadap ke pintu luar atau halaman. Ini melambangkan urang sumando adalah tamu terhormat di rumah gadang dan merupakan abu di ateh tunggua.

2. Berbicara di Rumah Gadang

Berbicara di rumah gadang memerlukan tenggang rasa yang tinggi. Raso jo pareso menjadi patokan. Berbicara harus diiringi sopan santun yang telah diatur sedemikian rupa.

Di rumah gadang berlaku kato nan ampek:

  • Kato mandaki, dari yang muda kepada yang lebih tua.
  • Kato manurun, dari yang tua kepada yang lebih muda.
  • Kato mandata, sesama orang yang kedudukannya sama.
  • Kato malereng, urang sumando kepada mamak rumah, minantu kepada mintuo, dan sebaliknya.

3. Berbuat dan Bertindak di Rumah Gadang

Setiap perbuatan dan tindakan ada aturannya. Aturan ini diungkapkan dalam “kato-kato”, misalnya malabihi ancak-ancak, mangurangi sio-sio (dalam bertindak jangan berlebihan) atau kato sapatah dipikiri, jalan salangkah madok suruik (pikirkan akibat dalam melakukan sesuatu).

RANGKIANG

Rangkiang adalah bangunan kecil yang berderet di halaman, merupakan tempat menyimpan padi milik kaum. Jumlahnya 2 – 6 buah. Bentuknya ada yang bergonjong dua, dan ada yang tidak bergonjong. Pintunya terletak pada singok, yaitu bagian segitiga loteng. Untuk mencapai pintu ini dibuatlah tangga bambu yang dapat dipindah-pindahkan.

Ada empat jenis rangkiang:

1. Rangkiang Si Tinjau Lauik

Berguna untuk menyimpan padi setelah panen. Letaknya di tengah rangkiang yang lain. Tipenya lebih langsing dari yang lain, berdiri di atas empat tiang penyangga. Padi di dalamnya berguna untuk membeli barang kebutuhan rumah tangga yang tidak dapat dibuat sendiri.

2. Rangkiang Si Bayau-Bayau

Berguna untuk menyimpan padi yang akan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Letaknya di sebelah kanan rangkiang yang lain. Tipenya gemuk, berdiri di atas enam tiang.

3. Rangkiang Si Tangguang Lapa

Berguna untuk menyimpan padi cadangan. Tipenya bersegi, berdiri di atas empat tiang. Padinya pada masa paceklik digunakan untuk membantu masyarakat yang kekurangan dan membutuhkan.

4. Rangkiang Kaciak

Berguna untuk menyimpan padi abuan yang digunakan untuk benih dan biaya mengerjakan sawah pada musim tanam berikutnya. Tipenya lebih kecil dan rendah, tidak bergonjong, berbeda dari rangkiang yang lain.

Nagarai Salingkuang Adat

Nagari adalah suatu tempat atau wilayah yang mengandung satu kesatuan wilayah, satu kesatuan masyarakat, dan satu kesatuan adat.

Syarat-syarat nagari:

babalai – bamusajik : Memiliki tempat musyawarah (balai) dan masjid

basuku – banagari : Memiliki minimal empat suku dan suatu wilayah tertentu

bakorong – bakampuang : Memiliki korong dan kampung

balabuah – batapian : Memiliki jalan dan tempat mandi/sumber air

basawah – baladang : Memiliki sawah dan ladang sebagai sumber kehidupan

bagalanggang – pamedanan : Memiliki gelanggang dan lapangan tempat keramaian

bapandam – panguburan : Memiliki tanah pemakaman

Nagari sebagai kesatuan adat memiliki kebebasan untuk mengurus nagarinya sendiri sesuai adat yang berlaku. Dalam pituah adat disebut kusuik bulu paruah manyalasaikan, kusuik paruah bulu manyalasaikan.

Pemerintahan di sebuah nagari diatur menutut tingkatan berikut:

  1. Suku, dipimpin oleh mamak/penghulu suku.
  2. Buah Paruik (kumpulan orang sekaum), dipimpin oleh mamak/penghulu kaum.
  3. Kampuang (kumpulan rumah gadang yang berdekatan), dipimpin oleh tuo kampuang.
  4. Rumah Gadang, dipimpin oleh tungganai.

Terbentuknya suatu nagari melalui urutan seperti dalam kata-kata adat berikut:

taratak mulo dibuek

sudah taratak manjadi dusun

sudah dusun manjadi koto

baru bakampuang banagari.






Minggu, Juli 20, 2008

Upacara-Upacara Adat Minangkabau

Batagak panghulu adalah upacara pengangkatan penghulu.sebelum acara peresmiannya ,
syarat - syarat berikut harsu dipenuhi.
1. Baniah ; menentukan calon panghuu yang baru
2. Dituah cilakoi ; diperbincangkan baik buruknya calon dalam sebuah rapat
3. Panyarahan baniah ; penyerahan calon panghulu baru
4. Manakok hari ; yaitu perencanaan kapan acara peresmian akan dilangsungkan.peresmian
pengangkatan penghulu dilakukan dengan acara adat. upacara ini diberinama MALEWKAN GALA.
hari pertama adalah batagak gadang yakni menyampaikan pidato, lalu penghulu tertua
memasangkan deta dan menyisipkan sebilah keris sebagai tanda serah terima jabatan.akhirnya
penghulu baru diambil sumpahnya

Batagak Rumah adalah uapaca mendirikan rumah gadang.kegiatannya sebagai berikut
1. Mufakat awal
upacara batagak rumah dimulai dengan mufakat orang sekaum.membicarakan letak rumah yang tepat,ukurannya,serta kapan waktu pengerjaannya.hasil rapat disampaikan oleh pangulu suku.lalu panghulu suku ini menyampaikan dengan panghulu suku yang lain.

2.Maelo kayu
Maelo kayu adalah merupakan mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan.umunya kayu-kayu,penebangan dan pemotongan dilakukan bergotong royong kayu yang dijadikan tiang di rendam dulu dalam lumpuratau air yang terus berganti.tujuannya biar kayu itu awet dan sulit dimakan rayap.

3.Mancatak tiang tuo
pekerjaan utama dalam membuat rumah,bahan-bahan yang akan digunakan diolah terlebih dahulu.

4.Batagak tiang
acara ini dilakukan setelah bahan-bahan telah siap diolah.pertama tiang - tiang ditegakan dengan bergotong royong.tiang rumah gadang tidak ditanam di tanah tapi hanya diletakkan di atas batu layah.karna itulah rumah gadang jarang rusak ketika gempa.

5.Manaikan kudo-kudo
ini melanjutkan membangun rumah setelah tiang didirikan.

6.Manaik-i rumah
manaik-i uram ko acara terakir daru upacara batagak rumah.dilakukan setelah rumah selesai.
pada acara ini dilakukan penjamuan sebagai tanda terimakasih kepada semua dan doa syukur kepada Allah SWT.

Upacara Perkawinan
1. Pinang - Maminang :
acara ini diprakarsai oleh pihak perempuan.bila calon suami untuk si gadis sudah ditemukan dilakukanlah perundingan oleh para kerabat untuk membicarakan calon tersebut.
Pinangang di pimpin oleh dr pihak perempuan yaitu mamak dari si gadis, jika pinangan diterima pernikahan dapat dilangsungkan.

2.Batimbang tando :
batimbang tando adalah upacara pertunangan. Pada saat itu dilakukan pertukaran tanda sebagai janji mereka telah menjodohkan anak kemanakan mereka.setelah pertunangan barulah dimulai perundingan pernikahan.

3.Malam Bainai :
Malam bainai adalah acara bainai memberikan inai kepada 20 kuku jari. acara ini diadakan dirumah anak daro(pengantin perempuan)beberapa hari sebelum acara pernikahan.acara ini semata-mata dihadiri oleh keluarga dua belah pihak.

4.Pernikahan :
dilakukan pada hari yang dianggap paling baik biasanya kamis malam atau jumat biasanya dilakukan dirumah anak daro atau pun di mesjid.

5.Basandiang dan perjamuan :
Basandiang adalah acara dudaknya 2 pengantin di pelaminan untuk disaksikan oleh tamu-tamu yang hadir pada pesta perjamuan.keduanya memakai pakaian ada minang kabau.biasanya acara terpusat dirumah anak daro jadi segala keperluan dan persiapan dilakukan oleh pihak perempuan.

6.Manjalang :
Manjalang adalah acara berkunjung. Acara ini dilaksanakan dirumah marapulai.para kerabat menanti anak daro yang akan tibo manjalang.Kedua mempelai diiringi kerabat anak daro.dan perempuan yang menjunjung jambayaitu semacam dulang berisi nasi,lauk-pauk dan sebagainya.

Rabu, Juli 16, 2008

BAJU & JAKET CIMBUAK







Baju dan Jaket Cimbuak :

Baju : Putih & hitam
ukuran M - XXL
harga : Rp.75.000

Jaket : Hitam
Ket : Bisa dipakai luar dalam
ukuran M - XL
Harga : Rp.160.000

bisa dipesan ke www.cimbuak.net
atau ke emil_egone via YM




Sabtu, Juli 12, 2008

GELAR di MINANGKABAU

Kenapa orang Minang bagala?
Masalah "gala" nan dipikua umumnya laki-laki di minang, sasuai jo pepatah urang tuo, ketek banamo - gadang bagala, bagi ambo iyo masih misteri gadang. Banyak bangso-bangso lain nan mambari gala khusus kapado urang-urang penting di kaumnyo, tapi biasonyo tampak alasan nan logis dalam pambarian gala tu, misalnyo karanonyo bangsawan, dipanggia Pangeran Anu, atau Sultan Fulan, atau Kiyai, atau Daeng dll. Tapi di awak di Minangkabau, gala tu dibagi-bagi baitu sajo sacaro marato ka tiok laki2 nan lah gadang tanpa maliek kecocokan dan kondisi sabananyo pado diri urang nan mamakainyo.

Tantu awak akan mangatokan gala tu warisan nan diturunkan dari mamak ka kamanakan. Di mamak tu tantu dapek dari mamaknyo pulo. Masalahnyo lai kinitu, apokoh mamak nan partamu mamakai gala tertentu memang mamakai gala tu karano jabatannyo? Kalau jabatan, mako dari gala seperti Maharajo, Bandaharo dan Temengguang dsb. jadi tapikie adokoh pangaruah dari kerajaan2 Hindu/Jawa dahulunyo? Tampaknyo indak ado indikasi sangenek alah juo bahaso awak maraso atau mangakui gala tu dari Jawa. Jadi, apokoh mungkin pernah ado di Minangkabau dahulu suatu sistem pemerintahan nan mirip Hindu/Jawa, tapi bukan berasal (atau hasil pengeruh kuat) dari Jawa, melaikan tumbuh dan berkembang sendiri di tanah Minang?

Kini mengenai pola penyebarannyo. Tadi megenai asal usul.

Penyebarannyo tampaknyo maikuti pola migarasi suku, dari nagari asal Pariangan di Tanah Datar, ke Luhak nan Tigo, dan akhirnyo ado ju ka Rantau nan Tujuah Jurai. Satiok suku mangatahui dari ma asal datangnyo, kama nyo babalahan, dan biasonyo gala pusako nan dipakai adolah gala nan dipakai di nagari asal juo. Tapi kalau mancaliak keadaan penyebaran gala pado maso kini, indak bisa awak manamukan suato pola penugasan pejabat pemerintahan dahulunyo di nagari-nagari tertentu. Misalnyo, kalu panghulu di kaum ambo bagala Dt.Makhudum di Pandai Sikek, indak bisa dikatokan secaro mayakinkan bahaso ambo keturunan seorang pejabat tinggi bidang keagamaan yang diutus oleh Makhudum dari Sumaniak ka Pandai Sikek katiko Islam baru masuak. Atau kalau Pangulu ambo Dt. Bandaharo Sati, apokoh ambo keturunan salah seorang Pejabat Keuangan di Pandai Sikek ketiko adat Nagari mulai disusun? Kemungkinan juo beliau itu hanya kebetulan seorang Bandaharo (atau keturunannya) nan pindah dari nagari lain dan katiko sampai di Pandai Sikek bekerja sebagai petani? Semuayo hipotesis sajo, dan indak ado keinginan ataupun urgensinyo masyarakat minang kini mempermasalahkan hal iko. Gala-gala tu dipikua sajo dengan senang hati.

Dikecualikan dari hal diateh adolah pembedaan pangka gala tu, Datuk, Sutan, Katik, dll nan memang biasonyo masih disasuaikan jo jabatan nan besangkutan dalam adat. Nan alah lari adolah sambungannyo, Bandaharo, Palimo, Tumanggung dst. Iko tampaknyo harus dicari polanyo dan direkonstruksi baliak.

Salah satu nan mulai menarik peratian ambo, dari mambaco buku-buku tambo nan ado, tampak satu pola yaitu bahaso gala Dt.Bandaro (Bandaharo) dengan babarapo modifier adolah gala nan salalu dipakai urang nan mamacik jabatan puncak di suatu nagari gadang. Kito bisa baco bahaso Pucuak Koto Piliang adolah Dt. Bandaro Putih di Sungai Tarab. Pucuak suku Bodi Caniago adolah Dt. Bandaro Kuniang di Limo Kaum. Itu duo lareh utamo di Minangkabau. Lareh katigo di Nagari Asal Pariangan, Lareh nan Panjang dipimpin Dt. Bandaro Kayo.

Itu di Luak nan Tuo. Di Luak nan Tangah, Agam. Kito baco bahaso Koto Piliang dipimpin oleh seorang Dt. Bandaro juo, yaitu Dt.Bandaro Panjang di Biaro, nagari nan tatuo di luak Agam. Adapun Lareh Bodi Caniago dipimpin Dt.Bandaro di Baso. Iko hanyo bisa dipahami dalam konteks panghulu sebagai pimpinan di nagari, bukan hanyo sebagai kepala suku atau kaum.

Hanyo sampai di situ nan tasuo dalam buku. Kalau diadokan penelitian di lapangan kini ko mungkin bisa diuji, apokoh di tiok-tiok nagari, selalu ado Dt.Bandaharo nan menduduki jabatan pucuak?

Undang-undang di Minangkabau

Tentang undang-undang pidana di Minangkabau, dahulu sakali, di Pasumayam Koto Batu, di Lagundi nan Baselo, di Pariangan Padang Panjang, undang nan dipakai adolah Undang Simambang Jatuah. Undang iko sangat kareh, nan intinyo:

sia basalah sia dihukum,
sia dihukum sia mati.


Peraturan yang keras mungkin memang dibutuhkan pado wakatu itu, maingek kaadaan pamukiman nan baru dibuka, dimano diparalukan hukum nan tegas dan peradilan nan capek.

Di Dusun Tuo di Limo Kaum, Dt. Prapatiah nan Sabatang manatapkan undang nan labiah moderat, namonyo Undang Silamo-lamo, atau Undang si Gamak-gamak. Iko maingek kaadaan masyarakat nan alah labiah bakambang, stabil dan teratur. Jadi diparlukan undang-undang nan labiah moderat. Undang iko mamasuakkan unsur pembuktian, banding, tenggang waktu, dll.

Di Karajaan Bungo Satangkai di Sungai Tarab, Dt. Bandaro Putiah mamakai Undang Simambang Jatuah nan dibao dari Pariangan. Sasuai jo aliran Koto Piliang nan bapucuak bulek. Kecuali di Langgam nan Tujuah dibuliahkan mamakai Undang Silamo-lamo atau Undang si Gamak-gamak.

Salanjuiknyo, Undang Silamo-lamo atau Undang si Gamak-gamak, dikambangkan manjadi Undang Tariak Baleh dengan unsur retribusi manjadi unsur utamonyo:

salah tariak mangumbalikan
salah cotok malantiangkan
salah lulua maluahkan
salah cancang mambari pampeh
salah bunuah mambaia diat
manyalang mangumbalikan
utang babaia, piutang batarimo
baabu bajantiak, kumuah basasah
sasek suruik, talangkah kumbali
gawa maubah, cabuah dibuang
adil dipakai, balabiah katangah
basalahan bapatuik, buruak diperbaiki
lapauk bakajang, usang dipabaraui
ranggo basalam hanyik bapinteh
suwarang babagi sakutu babalah
pinang pulang katampuak
siriah pulang ka gagang


Undang Tariak Baleh iko digantikan pulo oleh Undang nan Duopuluah dan dipakai sampai kini. Perincian undang nan duopuluah bervariasi sesuai Tambo nan manjadi acuannyo.

Contoh I:

Undang nan duopuluah tardiri dari duobaleh tuduah nan bakatunggangan dan salapan cemo nan bakaadaan:

duobaleh tuduah nan bakatunggangan

Anggang lalu atah jatuah
Pulang pagi babasah-basah
Bajalan bagageh-gageh
Kacindorongan mato urang banyak
Dibao ribuik dibao angin
Dibao pikek dibao langau
Tasindorong jajak manurun
Tatukiak jajak mandaki
Bajua bamurah-murah
Batimbang jawab ditanyoi
Basuriah bak sipasin
Lah bajajak bak bakiak
salapan cemo nan bakaadaan

Dago dagi mambari malu
Sumbang salah laku parangai
Samun saka tagak di bateh
Umbuak umbi budi marangkak
Curi-maliang taluang dindiang
Tikam bunuah padang badarah
Sia baka sabatang suluah
Upeh racun batabuang sayak


Contoh II:

Undang nan duopuluah tardiri dari salah, tuduh, cemo

Undang nan salapan (salah nan salapan)

Tikam-bunuah
Upeh-racun
Sia-baka
Maliang-curi
Samun-saka
Umbuak-umbi
Sumbang-salah
Dago-dagi
Tuduah nan anam

Tatando-tabeiti
Taikek-takungkuang
Talalah-takaja
Tacancang-tarageh
Tatambang-taciak
Tatangkok dengan salahnyo
Cemo nan anam

Bajajak bak bakiak
Basuriah bak sipasin
Tabendang tatabua
Kacindoraongan mato nan banyak
Aanggang lalu atah jatuah
Tasindorong jajak manurun, tatukiak jajak mandaki
Ado contoh-contoh lain nan isinyo kurang labiah samo.


Di Pandai Sikek dikenala salah nan salapan sbb:

Salah kao
Salah rupo
Salah cando
Salah raso
Salah cotok
Salah lulue
Salah tariak
Sumbang Salah

Salah kao, salah rupo, salah cando, salah raso, tamasuak kasalahan ringan nan cukup disapo (ditegur) sajo, dan diubahi.
Sumbang-salah adolah kasalan nan paliang barek: sudahlah sumbang, salah pulo. Biasonyo mambaie dando ka nagari. Salah cotok, salah lulue, salah tariak, pernah diberi sangsi nan barek


Salah cotok bakuduang paruah
Salah lulue babadah paruik
Salah tariak ...

MALAKOK
Karya Bpk.Azmi Dt.Bagindo

Malakok di minangkabau adalah proses bergabungnya seseorang dengan adat minangkabau, sehingga orang tersebut bisa disebut orang minang.

"Malakok", ado tiga kelompok anggota masyarkat atau pendatang yang berasal dari luar adat nan salingka nagari atau dari luar Minangkabau yang dapat di lakokkan atau dimasukkan kedalam sebuah suku yang ada di nagari-nagari di Minangkabau, seperti Urang Samando, anak ujung ameh atau anak pusako, dan para pendatang baik sebagai pegawai atau pedagang yang tinggal dalam waktu lama di Minangkabau.

I. Urang Samando

Memang setiap urang sumando yang berasal dari luar atau dari luar adat nan salingka nagari atau dari luar Minangkabau, sebaiknya di lakokkan atau dimasukan kedalam sebuah suku yang ada di nagari tersebut, dan kemudian diberikan gelar dari suku tempat dia malakok itu.

Hal ini tentu berpedoman kepada istilah dalam adat, "Datang tampak muko bajalan tampak pungguang, masuak bapahalau kalua bapalacuaik". Artinyo adolah, adanya permintaan dari yang bersangkutan, atau penawaran dari pihak kita terhadap mereka dan keluarga besar mereka. Hal nangko sesuai pulo dengan istilah adat "Kok inggok mancukam, kok tabang basitumpu, inggok mancari suku tabang mancari indu". `"Atau " dima bumi dipijak disinan langik dijunjung, dima aia disauak disinan ranting dipatah`"

Dari pihak kita tentu terlebih dahulu harus menjelaskan apa manfaat dari hal tersebut, baik terhadap pribadi dan rumah tangga mereka berdua, begitu juga terhadap keluarga besar kedua belah pihak, hal ini harus dijelaskan secara rinci, karena tak tahu maka tak kenal, tak kenal maka tak sayang. Bahwa dengan dilakokkan atau dimasukkan dia kesebuah suku, maka dia sebagai seorang sumando, telah duduak samo randah dan tagak samo tinggi dengan sumando-sumando nan lain sesuai dengan aturan adat nan balaku di nagari.

Menurut aturan adat Minangkabau nan Asli, bahwa sistem perkawinan menganut sistem matrilokaal, yaitu si suami tinggal di rumah istri dan rumah itu adolah rumah milik adat atau milik angota kaum yang telah ada secara turun temurun. Maka untuk sebagian daerah setiap urang sumando atau manantu menurut aturan adat harus di jemput telibih dahulu, yaitu adat diisi limbago dituang, sekalipun perkawinan samo-samo sanagari.

Untuk daerah tertentu sekalipun perkawinan sesama sanagari yang terjadi di rantau, dan marapulainyo alun di japuik, mako jika dia pulang kakampung harus dilakukan penjemputan terlebih dahulu, sekalipun dalam bentuk yang sangat sederhana, dengan mengutus seseorang dengan membawa siriah dalam sapu tangan dan di nanti oleh mamak dan urang sumando dari pihak keluarga sabalah.

Tata cara penjemputan sesuai dengan tata cara adat yang berlaku di nagari yang bersangkutan, atau atas kesepakatan kedua belah pihak, dan saindak-indak siriah langkok dalam carano. Sebaiknya di jelaskan apa yang dimaksud atau filosofi siriah dalam carano itu. Karena pada umumnya orang luar Minang banyak juga yang menggunakan siriah sebagai kepala baso-basi.

Diusahakan jangan terkesan bahwa kita memaksakan kehendak, dengan mangatokan nan caro awak nan paling elok atau nak baragiah gadang ke awak, tetapi nyatokanlah bahwa hal tersebut demi untuak saling menghormati, dan demi keutuhan rumah tangga kedua belah pihak dikemudian hari dengan landasan, "lain lubuak lain ikannyo, lain padang lain bilalang`".

Kiranya di jelaskan pula bahwa, "condong mato iyo ke nan elok, condong salero kenan iyo ke nan lamak, tapi mato indak sapandangan, salero indak saraso. Mato awak mamandang sumbang di urang pamenan hiduik paduniran, di awak lamak gulai padeh, diurang lamak gulai manih". Dengan arti kito pun mempersilahkan kepada mereka untuak melakukan tata cara menurut adat mereka yang tentu ada pula manfaatnya terhadap kerukunan rumah tangga mereka dan kedua keluarga besar.

Dan jika kita mendapat bisan atau menatu orang Jawa atau orang luar, sebaiknya kemukakan dari awal bahwa, apa bila anak atau kemanakan kita berada ditempat mereka, dia harus Jawa atau harus dapat pula mengikuti adat dan cara-cara mereka, dan tentu begitu pula sebaliknya, apabila dia berada di tempat kita, dia harus Minang, jadi usahakanlah jangan bercampur air dengan minyak atau sekandang itiak dengan ayam sakandang lai sabaun indak, hal ini tentu sesuai pula dengan lambang negara kita "Bhinneka Tunggal Ika", bermacam-macam hanya untuk satu tujuan.

Manfaat malakok adalah sangat besar terhadap urang sumando yang datang dari luar, segala haknya dalam kehidupan bermasyarakat akan terlindungi terutama dalam hubungan suami istri. Jika terjadi perselisihan diantara mereka berdua, yang dia tidak mampu untuak manyalasaikan, maka dia dapat mengadu kepada mamak atau keluarga tempat dia malakok, mamak atau keluarga tempat dia malakok akan bertendak sebagai penengah dan sekaligus mambelah hak-haknya menurut aturan adat nan balaku di nagari, kusuik disalasaikan kok karuak di janiakkan, anyuik dipintek. Artinya dia tidak perlu menjemput mamak atau keluarganya yang berada di tanah Jawa untuak manyalasaikan persoalannya itu.

Selanjutnya tentu harus di jelaskan kepada mereka secara berhadapan, kepada suku atau keluarga mana dia dilakokkan, dan syarat-syarat apa nan harus dipenuhi dan dilakukkan yaitu "adat diisi limbago dituang". Ada yang dengan memotong kerbau, kambing atau ayam sesuai dengan kemampuan atau kesepakatan, indak panuah kateh, saindak-indaknyo panuah kabawa, tetapi nan siriah di langkok dalam carano ijan di tinggakan, karena siriah langkok sangat besar besar artinyo menurut adat di Minangkabau.

II. Anak Pusako

Untuk anak pusako atau anak ujung ameh, sebaiknyo juga dilakokkan atau dimasuakkan kesebuah suku di nagari, sesuai dengan nagari asal ayahnya dan kasuku nan babeda jo suku ayahnyo. Secara umum hal-hal nanlah kito terangkan diateh berlaku juo buat anak pusako atau anak ujung ameh, namun ada beberapa hal nan paralu di tambahkan antara lain adalah :

Pungsi serta keberasilan seorang ayah dalam membina hubungan anak dengan keluarga bako atau dengan dunsanak kemanakannya sangatlah menentukan dalam masalah malakokan atau mamasukan seorang anak kepada sebuah suku di Minangkabau. Dia tidak akan menemui kesilitan dalam hal malakokkan anaknya kesebuah suku di Minangkabau jika dia mengerti dan memahami serta melaksanakan apa disebutkan dalam pepatah "anak di pangku kemanakan dibimbing, urang kampung di patenggangkan, tenggang nagari jan binaso". Jika hal itu tidak terlaksana dengan baik sangatlah tidak mungkin akan berhasil, kerena dengan bako saja hubungan tidak baik, bagaimana dengan masyarakat nagari ?. Persoalan ini tidak dapat dijadikan menjadi peraturan adat nan salingka nagari, karena hal tersebut tergantung kepada baik dan buruknya hubungan peribadi antara anak pusako dengan keluarga bakonya.

Perana keluarga bako sangatlah menentukan karena keluarga bako inilah yang akan bertindak dan melaksanakannya. Dengan mencarikan sebuah suku yang kiranya dapat menerima anak tersebut untuk dilakokan dan masuk manjadi anggota keluarga dari suku tersebut.

Dalam pelaksanaan malakok yang paling penting adolah kesediaan dari pendatang tadi untuak maikuti segalo aturan-aturan nan berlaku menurut adat, kok baiyua satolah maisi kok malangkah ikuiklah mairing, kailia satolah sarangkuah dayung kamudiak satolah saantak laga dan nanpaling penting samo-samo manjago nama baik keluarga.

Demikianlah nan dapek ambo sampaikan mudaha2an ado manfaatnyo, terimo kasih

Wassalam,

Azmi Dt.Bagindo

Kamis, Juli 10, 2008

Kanagarian Koto Tangah & Kecamatan Tilatang kamang

Sabalun manjalehkan keadaan geografis kenagarian koto tangah (KOTAS) serta kecamatan Tilatang Kamang (TILKAM).Pintak jo maaf ambo kirimkan kapado angku datuak, Niniak mamak sarato bundo kanduang nan ado di daerah Kanagarian Koto Tangah & Kecamatan Tilatang Kamang.

Keadaan Geografis Kecamatan Tilatang Kamang
Luas Kecamatan menurut SK Gubernur 143.487.1993 yaitu 193,96 km²,
dengan ketinggian dari atas permukaan laut 850 meter, Kelembaban rata-rata 83%, dengan kecepatan angin maksimum 20 km/jam dan minimum 4 km/jam, curah hujan : H 123,04 mm, memiliki batas-batas wilayah, sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Kabupaten 50 kota
b. Sebelah Timur : Kecamatan IV Angkat Canduang dan Kec. Baso
c. Sebelah Selatan : Kota Bukit Tinggi
d. Sebelah Barat : Kecamatan Palupuh

Kecamatan Tilatang Kamang terbagi menjadi 3 Nagari, yaitu

a). Nagari Gadut
b). Nagari Koto Tangah
c). Nagari Kapau

Keadaan Geografis Kenagarian Koto tangah
Penduduk Nagari Koto Tangah berasal dari Ampek Angkek, Kemudian turun ke Koto Tangah melalui Namuang. Setelah diarahkan pandangan ke depan, nampaklah bukit nun jauh didepan yang diatasnya berawan dan dinamai dengan “ cacah awan”. Dan begitu pandangan diarahkan pandangan ke kanan, nampaklah semak-semak pandan dan dinamai “ pandan”. Kemudian diarahkan pula pandangan ke depan, nampaklah bukit nun jauh di sonsang dan dinamai “ pandam”. Maka batas nagari Koto Tangah : dari pandan ke pandam, dari namuang ke cacah awan dan nagari ini dinamai dengan “ KOTO TANGAH ”.

Pada permulaan abad 17 nagari Koto Tangah Tilatang Kamang berkembang, sehingga dibagi menjadi 4 nagari yaitu : Koto Tangah lamo, V Surau, VII Nagari dan Sei. Tuak Koto Malintang. Pada tahun 1912 nagari yang empat tersebut disatukan kembali menjadi nagari Koto Tangah. Namun pada masa penjajahan Jepang dipecah kembali menjadi 4 nagari. Di tahun 1945 nagari yang 4 itu digabung jadi 2 nagari, yakni Sei Tuak Koto Malintang dan VII Nagari digabung jadi satu, nagari Koto Tangah lamo dan Limo surau digabung jadi satu pula. Pada tahun 1950 nagari yang dua ini kembali disatukan menjadi Nagari Koto Tangah sampai tahun 1983 dengan berlakunya UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa. Dengan berlakunya UU ini maka nagari Koto Tangah dipecah jadi 28 Desa dan beberapa waktu kemudian desa-desa tersebut digabungkan jadi 12 desa.

Seiring dengan perkembangan pilitik dan pemerintahan dalam negeri, maka lahirlah UU nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Hal ini ditindak lanjuti oleh Pemerintah Kabupaten Agam dengan PERDA Kabupaten Agam Nomor 31 tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari. Dengan diberlakukannya Perda ini, maka 12 desa yang ada di Koto Tangah kembali dilebur menjadi satu nagari yakni nagari Koto Tangah yang terdiri dari 28 Jorong.

Luas daerah : 6219 Ha
Batas Wilayah Nagari :

a.Sebelah Utara : Nagari Magek dan Nagari Kamang Mudik
b.Selatan : Nagari Kapau
c.Barat : Nagari Koto Rantang dan Pasia Laweh
d.Timur : Nagari Bungo Koto Tuo dan Nagari Panampung

Nama-nama Jorong Dalam Nagari :

1.Koto Tangah Hilir :
2. Tambuo :
3. Jalikua P :
4. Uba
5. Guguk Koto Aur :
6. Ganting :
7. Sei Tuak :
8. Ngungun
9. Bukareh :
10. Baringin :
11. Patanghan :
12. Sonsang
13. Pandan :
14. Kalung Tapi :
15. Situmbuk :
16. Koto Malintang
17. Rawang Bunian :
18. Aur :
19. Tg Barulak :
20. Koto Laweh
21. Dalam Koto :
22. Dangu Baru :
23. Ld Tibarau :
24. Pincuran
25. Tampunik :
26. L Tunggak GG :
27. Parak Laweh :
28. Anduring MG