Sabtu, Juni 21, 2008

Adat Istiadat MinangKabau

MANJAMPUIK MARAPULAI
created by Bahri Rangkayo Mulia

Kalau lah sudah 'akad nikah
Badirilah adat marapulai
Datangnyo bajapuik-japuik
Painyo bahanta-hanta
Sarato arak dengan iriang
Baiakpun alek dengan jamu
Bak apo pakai nan biaso

Bahasa Indonesianya :
Bila telah selesai 'Akad nikah
Berdirilah adat marapulai
Datangnya karena berjemput
Perginya karena berantar
Serta arak dengan iring
Baikpun helat dengan jamu
Sebagaimanan kebiasaan yang terpakai


Adat menjeput marapulai setelah upacara keagamaan yang disebut akad
nikah berlangsung. Pada zaman dahulu upacara tersebut selalu diadakan
di mesjid. Akan tetapi dewasa ini upacara keagamaan itu dapat berlangsung
di Kantor Urusan Agama (KUA) setempat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sebagaimana diketahui bahwa setelah akad nikah pengucapan ijab dan
kabul itu, maka telah sah status suami istri dari kedua belah pihak yang
terlibat di dalam upacara termaksud. Akan tetapi lelaki yang baru saja
mendapat status suami itu, baru dapat mendatangi rumah isterinya,
setelah di dijemput menurut adat nan berlaku di Minangkabau.

Apabila terjadi penyimpangan yang disebabkan pertimbangan
pertimbangan tertentu, dalam hal ini upacara 'akad nikah' berlangsung
di rumah anak daro, maka hal tersebut terlaksana bila ada persetujuan
kedua belah pihak terlebih dahulu. Persetujuan termaksud disebutkan
dalam adat :

Abih adat bakarilahan
Abih cupak di palilihan
Cancang aia indak putuih
Cancang abu tak babakeh


Bahasa Indonesianya :
Habis adat karena saling merelakan
Habis cupak karena pelilihan
Cancang air tidak putus
Cancang abu tidak berbekas

Maksudnya dalam hubungan bermasyarakat, adat memberi
beberapa kelonggaran dalam pelaksanaan adat itu sendiri.
Dengan syarat adanya kerelaan antara kedua belah pihak anggota
masyarakat untuk tidak mengikuti jalur adat sepenuhnya
didalam suatu kasus tertentu, disebabkan kesulitan teknis atau
pertimbangan-pertimbangan l Zainnya. Maka dengan
demikian hubungan bermasyarakat selanjutnya akan tetap
seutuh air ataupun seutuh setumpuk debu, dimana "air
tercencang tak akan putus dan abu tercencang tak akan berbekas".

Dalam hal tersebut diatas, maka marapulai dijemput sumando
sebelum terjadinya akad nikah. Jadi adat marapulai telah
dilaksanakan mendahului upacara keagamaan dengan mengisi
adat sepenuhnya sebagaimana dilazimkan.

Petugas panjapuik Marapulai
Oleh karena marapulai akan pergi bersumando ke rumah nan
bermamak,maka adalah haknya menurut adat untuk dijemput
oleh pihak mamak yang bersangkutan. Dalam
mamak itu sendiri yang pergi menjemput marapulai tersebut.
Akan tetapi pihak mamak menyerahkan
tugas itu kepada seseorang "yang duduk sama rendah - tegak
sama tinggi" di dalam adat dengan marapulai termaksud,
yaitu sama-sama urang sumando dalam rumah nan bermamak.

Untuk acara selanjutnya setelah penyerahan itu, maka urang
sumando itulah yang pergi membawa adat sebagai penjemput
marapulai dan urang sumando itu pulalah yang menanti kedatangan
marapulai dengan sirih di carano di halaman rumah anak daro
sebelum dia dipersilahkan naik ke rumah isterinya itu. Jadi dengan
demikian maka jelaslah bahwa marapulai tersebut menurut adat :
Datang bajapuik jo bingkisan
Tibo bananti jo carano

Bahasa Indonesianya :
Datang berjemput dengan bingkisan
Tiba bernanti dengan cerana

Bingkisan Panjapuik
Bingkisan adat yang dibawa urang sumando sewaktu
menjemput marapulai, berisi pesan-pesan dan amanat. Pesan
dan amanat itu tersimpul dalam berbagai macam alat dan
rempah-rempah yang terdapat dalam bingkisan tersebut,
yang berasal dari :
"Orang-orang dalam induk dan suku - urang ampek jinih - urang
sumando - mamak rumah dan ibu bapak - serta anak daro sendiri"
yang ditujukan kepada pihak marapulai. Sesampainya petugas
penjemput di rumah ibu marapulai, maka bingkisan adat itu
disampaikan kepada pihak yang menanti dengan tata cara adat pula.
Dalam hal ini pihak yang menanti biasanya terdiri dari mamak adat
atau mamak pusako dan urang sumando beserta orang yang patut di
dalam rumah itu.

Adapun bingkisan panjapuik itu biasanya tujuh macam yang masing-masing
sebagai tersebut dibawah ini :
1. Sirih langkok
2. Sirih Sekapur
3. Rokok
4. Beras dalam kambut
5. Uang logam 105 rupiah
6. Lilin jo ambalau
7. Saputangan

Barang-barang tersebut dimasukkan ke dalam carano yang ditutupi
dengan"dalamak" (aleh lamak), atau dibungkus rapi dalam saputangan
putih bila putusan bersama menentukan demikian.
(Catatan : cara-cara yang tersebut diatas telah banyak berobah di zaman
kini, yang dirobah dan disepakati oleh Buek Nan Balingka).

Kesimpulan
Sebelum kita sampai pada suatu kesimpulan tentang pelaksanaan adat
marapulai yang pertama, yaitu "datangnya bajapuik" sebagaimana yang
telah diuraikan di atas,maka dianggap perlu mempertanyakan lebih
dahulu sebabnya orang lelaki dijemput di Minangkabau dan bukan
orang perempuan yang diberi uang jujur. Hal yang menyebabkan seorang
lelaki dijemput untuk dijadikan urang sumando, adalah karena urang
sumando itu gunanya untuk memperkembang suku dan memperbanyak
kemenakan.

Gunanya suku diperkembang dan anak kemenakan diperbanyak adalah
untuk menghindari halangan yang akan timbul dalam pelaksanaan
"patah tumbuah hilang baganti" dalam suku itu, yaitu penggantian
pemimpin masyarakat adat yang disebut penghulu apabila dia mati.

Sebab ada tiga hal yang merupakan sangkutan (halangan)
dalam mendirikan penghulu itu, dua diantaranya ialah :
1. belum ada yang akan memakai gelar pusaka, yaitu pada
waktu penghulu mati, hanya orang perempuan saja yang
ada dalam kaumnyaitu.Maka menjelang ada laki-laki yang
akan memakainya, "dibenamkan"atau "dilipat"dulu gelar
pusaka tersebut.

2. Tidak adanya yang akan diperintahi. Pada waktu seorang
penghulu mati,hanya satu orang saja yang laki-laki di dalam
kaumnya,maka karenanya "dilipat"dulu gelar itu.

Sekarang sampailah kita pada kesimpulan tentang hal-hal
sebagaimana yang telah diuraikan diatas, bahwa adat marapulai
"datangnyo bajapuik"dengan segala rukun syarat dan tata upacaranya
itu perlu dipertahankan karena :

1. Seorang laki-laki yang akan dijadikan urang sumando itu gunanya untuk memperkembangkan suku dengan memperbanyak anak dan kemenakan

2. Urang sumando yang dijemput itu akan menduduki posisi pemimpin yaitu
sebagai kepala keluarga dalam rumah nan bermamak yang bertugas
mengelola organisasi rumah tangganya serta bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan sosial anggota organisasinya yang terdiri dari isterinya dan
anak-anaknya.

3. Nikah dengan perempuan dan kawin dengan ninik mamak serta korong
kampung itu, benar-benar sudah disetujui oleh semua pihak, yang dalam
hal ini dilambangkan dengan bingkisan panjapuik menurut adat, yaitu :
- "Siriah Langkok " dari kaum keluarga ,

- "Siriah Sekapur" dari urang Ampek Jinih,

- "Rokok" dari pihak urang sumando,

- "Beras dalam kambur" dari ibu bapak sebagai lambang pengadaan
jaminan sosial

- " Uang jemputan" dari pihak anak daro yang merupakan
pengakuan terhadap urang sumando itu bahwa dia adalah
lelaki yang mempunyai martabat dalam adat dan berasaldari
keluarga terhormat di dalam masyarakat adat,

- "Lilin jo ambalau" dari seluruh keluarga perlambang harapan dan
kesungguhan bahwa hubungan yang diharapkan adalah hubungan yang
kekal,

- "Saputangan" dari anak daro sebagai perlambang bahwa jemputan
tersebut benar-benar telah disetujui pula oleh anak daro sendiri, jadi
bukan adanya paksaa dari kaum keluarganya.

4. Dengan dipertahankannya adat menjeput marapulai ini,
akan menimbulkan rasa tanggung jawab yang lebih besar
bagi orang lelaki yang pergi sumando itu terhadap rumah
tangganya nanti, karena dia dan kaum keluarganya sudah
mengetahui dan melihat sendiri sikap dan minat yang sungguh
-sunggu dari pihak isterinya terhadap dirinya.

5. Dengan mengabaikan adat tersebut atau tidak mengisi
sepenuhnya rukun syarat bingkisan penjemput marapulai itu
akan menimbulkan kesan sebaliknya yang akan selalu menjadi
teka-teki yang sukar dicarikan jawabannya. Jadi dari kesimpulan
tersebut diatas, jelaslah bagi kita bahwa "Adat Manjapuik
Marapulai" yang merupakan Adat Nan Diadatkan itu, dibuat dan
ditetapkan oleh Ninik Mamak dan para Cerdik Pandai zaman dahulu
bukanlah merupakan hal yang nonsens sama sekali.

Akan tetapi adat termaksud mempunyai arti falsafah dalam pelaksanaan
pergaulan hidup di dalam masyarakat adat Minangkabau.

Tidak ada komentar: